Senin, 08 Oktober 2012

PENGELOMPOKAN KEILMUAN DALAM ISLAM


Klasifikasi keilmuan dalam Islam sudah banyak dilakukan oleh para ilmuan muslim, seperti al-Ghazali, al-Khawarizmi dan Ibn Nadim. Dalam konferensi tentang Pendidikan Islam yang diadakan para pakar Pendidikan Islam di Pakistan, Makah dan Jakarta disepakati bahwa perlunya mengelompokan Ilmu dalam Islam, dan terbagi dalam dua kategori yaitu, Ilmu yang diwahyukan dan ilmu yang dikembangkan oleh nalar manusia.
Menurut Abed al-Jabiri dalam karyanya “Takwin al-‘Aql al-‘Arabi, nalar pemikiran Islam dikategorikan dalam tiga epistemology yaitu, epistemology Bayani, ‘Irfani, dan Burhani.
1.      Rumpun Bayani
Secara bahasa Bayani mempunyai arti penjelasan, ketetapan. Sedangkan secara istilah berarti pola piker yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
Sistem epistomologi Bayani merupakan system yang petama kali muncul dalam pemikiran Arab dan dominan dalam keilmuan pokok, seperti: filologi, yurisprudensi, fikih, kalam dan bahasa. Sitem ini merupakan kombinsi dari berbagai aturan untuk menafsirkan sebuah wacana sekaligus menentukan berbagai prasyarat pembentukan wacana. Konsepsi dasarnya adalah mengkombinasikan metode fikih yang dikembangkan al-Syafi’i dengan metode retorika yang dikembangkan al-Jaiz.
Upaya diatas akhirnya menghasilkan teori pengetahuan Bayani dalam semua tingkat pengetahuan. Pada level logika, teori tersebut diarahkan oleh konsep indikasi yang berpengaruh pada gaya bahasa. Pada level materi pengetahuan yang tersusun dari Al-Qur’an, hadits, gramatika, fikih, puisi, serta prosa Arab, pada level ideologis, sebab kekuatan otoritatif yang menentukan dibalik berbagai tingkatan ini adalah dogma Islam. Sejak semula telah berlaku larangan untuk menyamakan antara pengetahuan dengan keimanan terhadap Allah.  Manusia dianggap makhluk yang diberkat dengan kapasitas bayaninya.
Epistomologi Bayani lebih mengandalkan pada otoritas teks, baik berupa wahyu maupun hasil pemikiran keagamaan yang ditulis ulama terdahulu. Pendekatan dalam nalar bayani adalah lighawiyah.
Pola pemikiran Bayani berlaku untuk disiplin ilmu seperti Fikih, studi gramatika,, filologi, dan kalam. Prinsip yang dipegang adalah infisal (diskontinu), tajwiz (tidak ada hukum Kausalitas) dan muqarabah ( kedekatan dengan teks). Dalam keilmuan fikih menggunakan qiyas al-‘illah sementara Kalam menggunakan qiyas al-dalalah.
Dalam model Bayani, akal berfungsi sebagai pengatur hawa nafsu. Otoritas ada pada teks sehingga hasil pemikiran apapun tidak boleh bertentangan dengan teks. Yang dijadikan tolak ukur adalah adanya keserupaan antara teks dengan realitas.
Menurut al-Jabiri, bayani mendominasi dalam tradisi keilmuan di lingkungan lembaga pendidikan Islam. Sebab ada kecenderungan dijadikan hasil pemikiran keagamaan sebagai pijakan utama.
Kelemahan nalar epistemology  bayani menurut Amin Abdullah yaitu, harus berhadapan dengan teks-teks keagamaan yang dimiliki komunitas atau masyarakat yang beragama lain. Corak ini cenderung mengambil sikap  mental yang bersifat dogmatic, karena fungsi akal hanya mengkukuhkan dan membenarkan otoritas teks. Padahal sering terjadi perbedaan antara teks dan pelaksanaannya.


2.      RUMPUN BURHANI
Sumber pengetahuan dalam burhani adalh realitas baik dari alam, social, dan humanities. Sering disebut sabagai al-‘Ilm al-husuli, yaitu ilmu yang disususn lewat premis logika atau al-mantiq.  Peran akal sangat besar karena diarahkan untuk mencari sebab akibat.
Pendekatan dalam nalar ini adalah filosofis dan saintik. Nalar ini lebih menekankan pemberian argument dan alternative pemecahan berbagai fenomena empiric.  Fenomena social dan alam  tidak hanya sekedar diterima sebagai hukum sunatullah tetapi menuntut kretifitas manusiauntuk merenungkan tujuan penciptaan tersebut. Diperlukan pemikir yang berteologi qadariyah dengan pandangan yang bebas, kreatif dan tanggung jawab dan kritis. Cirri orang dengan nalar kritis adalh, mempunyai kesadaran tentang problem yang ada disekitarnya dan aktif memberikan alternative pemecahan. Epistemologi burhani juga menuntut orang untuk mampu membuat abstraksi dari berbagai fenomena yang dibaca. Jenis argument yang ada dalam nalar burhani adalah  demonstrative. Nalar ini dipenuhi argument yang bersifat pembuktian, deskripsi, dan elaborasi tentang sesuatu..
Prinsip dasar nalar ini adalh, idrak al-sabab, kausalitas, al-hatmiyah (kepastian), al-mutabaqah al-‘ql wa al-nizam, al-tabi’ah.
Keilmuan yang termasuk dalam nalar ini adalh, falsafah, ilmu alam ( fisika, matematika, biologi, dan kedokteran), ilme social ( sosiologi, antropologi, psikologi, sejarah).

3.      RUMPUN IRFANI
Sumber pengetahuan adalah pengalaman.  Yang termasuk dalam pengalaman adalah al-ru’yah al-mibashirah, direct experience, al-‘ilm al-khuduri, preverbal knowledge. Dasar dari system epistomologi irfani adalh adanya prinsip dikotomi antara zahir dan batin. Batin mempunyai status lebih tinggi dalam hierarki. Dalam nalar Irfani dan bayani sama-sama ada analogi, tetapi keduanya berbeda. Jika dalam nalar Irfani didasrkan atas penye rupaan, tidak terikat oleh aturan,sementara dalam nalar bayani didasarkan pada penyerupaan langsung.
Al-jabiri menyatakan ada tiga tipe analogi dalam nalar irfani. Pertama, penyerupaan yang didasarkan korespodensi numeris. Kedua penyerupaan didasarkan pada suatu representasi.  Ketiga, penyerupaan retoris dan puitis.
Pendekatan yang digunakan dalam nalar ini adalah psikognosis, intuitif, dhawq, al-la ‘aqlaniyah. Dalam epistemology ini fungsi akal adalah partisipatif, lebih menekankan pada pengalaman langsung, sehingga rasa lebih banyak terlibat.
Kerangka teori yang digunakan dalam nalar ini mulai dari zahir ke batin, tanzil dan ta’wil, nubuwwah dan wilayah, haqiqi dan majazi. Nalar  irfani lebih bebas dalam memahami yang tersurat. Tolak ukur nalar irfani adalh memahami perasaan orang lain,simpati dan empati. Keputusan didasrkan pada yang tersirat dan apa yang dirasakn pihak lain. Kesimoulan hanya muncul setelah mendengar pemahaman dan perasaan pihak lain.
Keilmuan yang termasuk kategori ini adalah tasawuf dan akhlak.


Menurut Amin Abdullah ketiga nalar keilmuan diatas tidak dapt berdiri sendiri, harus saling berhibungan antara satu nalar dengan yang lain. Dalam diri seseorang harus ada ketiga nalar tersebut, agar ketika menghadapi persoalan tidak hanya dilihat secara sepihak, namun dilihat secara komperhensif.Klasifikasi keilmuan dalam Islam sudah banyak dilakukan oleh para ilmuan muslim, seperti al-Ghazali, al-Khawarizmi dan Ibn Nadim. Dalam konferensi tentang Pendidikan Islam yang diadakan para pakar Pendidikan Islam di Pakistan, Makah dan Jakarta disepakati bahwa perlunya mengelompokan Ilmu dalam Islam, dan terbagi dalam dua kategori yaitu, Ilmu yang diwahyukan dan ilmu yang dikembangkan oleh nalar manusia.
Menurut Abed al-Jabiri dalam karyanya “Takwin al-‘Aql al-‘Arabi, nalar pemikiran Islam dikategorikan dalam tiga epistemology yaitu, epistemology Bayani, ‘Irfani, dan Burhani.
1.      Rumpun Bayani
Secara bahasa Bayani mempunyai arti penjelasan, ketetapan. Sedangkan secara istilah berarti pola piker yang bersumber pada nash, ijma’ dan ijtihad.
Sistem epistomologi Bayani merupakan system yang petama kali muncul dalam pemikiran Arab dan dominan dalam keilmuan pokok, seperti: filologi, yurisprudensi, fikih, kalam dan bahasa. Sitem ini merupakan kombinsi dari berbagai aturan untuk menafsirkan sebuah wacana sekaligus menentukan berbagai prasyarat pembentukan wacana. Konsepsi dasarnya adalah mengkombinasikan metode fikih yang dikembangkan al-Syafi’i dengan metode retorika yang dikembangkan al-Jaiz.
Upaya diatas akhirnya menghasilkan teori pengetahuan Bayani dalam semua tingkat pengetahuan. Pada level logika, teori tersebut diarahkan oleh konsep indikasi yang berpengaruh pada gaya bahasa. Pada level materi pengetahuan yang tersusun dari Al-Qur’an, hadits, gramatika, fikih, puisi, serta prosa Arab, pada level ideologis, sebab kekuatan otoritatif yang menentukan dibalik berbagai tingkatan ini adalah dogma Islam. Sejak semula telah berlaku larangan untuk menyamakan antara pengetahuan dengan keimanan terhadap Allah.  Manusia dianggap makhluk yang diberkat dengan kapasitas bayaninya.
Epistomologi Bayani lebih mengandalkan pada otoritas teks, baik berupa wahyu maupun hasil pemikiran keagamaan yang ditulis ulama terdahulu. Pendekatan dalam nalar bayani adalah lighawiyah.
Pola pemikiran Bayani berlaku untuk disiplin ilmu seperti Fikih, studi gramatika,, filologi, dan kalam. Prinsip yang dipegang adalah infisal (diskontinu), tajwiz (tidak ada hukum Kausalitas) dan muqarabah ( kedekatan dengan teks). Dalam keilmuan fikih menggunakan qiyas al-‘illah sementara Kalam menggunakan qiyas al-dalalah.
Dalam model Bayani, akal berfungsi sebagai pengatur hawa nafsu. Otoritas ada pada teks sehingga hasil pemikiran apapun tidak boleh bertentangan dengan teks. Yang dijadikan tolak ukur adalah adanya keserupaan antara teks dengan realitas.
Menurut al-Jabiri, bayani mendominasi dalam tradisi keilmuan di lingkungan lembaga pendidikan Islam. Sebab ada kecenderungan dijadikan hasil pemikiran keagamaan sebagai pijakan utama.
Kelemahan nalar epistemology  bayani menurut Amin Abdullah yaitu, harus berhadapan dengan teks-teks keagamaan yang dimiliki komunitas atau masyarakat yang beragama lain. Corak ini cenderung mengambil sikap  mental yang bersifat dogmatic, karena fungsi akal hanya mengkukuhkan dan membenarkan otoritas teks. Padahal sering terjadi perbedaan antara teks dan pelaksanaannya.


2.      RUMPUN BURHANI
Sumber pengetahuan dalam burhani adalh realitas baik dari alam, social, dan humanities. Sering disebut sabagai al-‘Ilm al-husuli, yaitu ilmu yang disususn lewat premis logika atau al-mantiq.  Peran akal sangat besar karena diarahkan untuk mencari sebab akibat.
Pendekatan dalam nalar ini adalah filosofis dan saintik. Nalar ini lebih menekankan pemberian argument dan alternative pemecahan berbagai fenomena empiric.  Fenomena social dan alam  tidak hanya sekedar diterima sebagai hukum sunatullah tetapi menuntut kretifitas manusiauntuk merenungkan tujuan penciptaan tersebut. Diperlukan pemikir yang berteologi qadariyah dengan pandangan yang bebas, kreatif dan tanggung jawab dan kritis. Cirri orang dengan nalar kritis adalh, mempunyai kesadaran tentang problem yang ada disekitarnya dan aktif memberikan alternative pemecahan. Epistemologi burhani juga menuntut orang untuk mampu membuat abstraksi dari berbagai fenomena yang dibaca. Jenis argument yang ada dalam nalar burhani adalah  demonstrative. Nalar ini dipenuhi argument yang bersifat pembuktian, deskripsi, dan elaborasi tentang sesuatu..
Prinsip dasar nalar ini adalh, idrak al-sabab, kausalitas, al-hatmiyah (kepastian), al-mutabaqah al-‘ql wa al-nizam, al-tabi’ah.
Keilmuan yang termasuk dalam nalar ini adalh, falsafah, ilmu alam ( fisika, matematika, biologi, dan kedokteran), ilme social ( sosiologi, antropologi, psikologi, sejarah).

3.      RUMPUN IRFANI
Sumber pengetahuan adalah pengalaman.  Yang termasuk dalam pengalaman adalah al-ru’yah al-mibashirah, direct experience, al-‘ilm al-khuduri, preverbal knowledge. Dasar dari system epistomologi irfani adalh adanya prinsip dikotomi antara zahir dan batin. Batin mempunyai status lebih tinggi dalam hierarki. Dalam nalar Irfani dan bayani sama-sama ada analogi, tetapi keduanya berbeda. Jika dalam nalar Irfani didasrkan atas penye rupaan, tidak terikat oleh aturan,sementara dalam nalar bayani didasarkan pada penyerupaan langsung.
Al-jabiri menyatakan ada tiga tipe analogi dalam nalar irfani. Pertama, penyerupaan yang didasarkan korespodensi numeris. Kedua penyerupaan didasarkan pada suatu representasi.  Ketiga, penyerupaan retoris dan puitis.
Pendekatan yang digunakan dalam nalar ini adalah psikognosis, intuitif, dhawq, al-la ‘aqlaniyah. Dalam epistemology ini fungsi akal adalah partisipatif, lebih menekankan pada pengalaman langsung, sehingga rasa lebih banyak terlibat.
Kerangka teori yang digunakan dalam nalar ini mulai dari zahir ke batin, tanzil dan ta’wil, nubuwwah dan wilayah, haqiqi dan majazi. Nalar  irfani lebih bebas dalam memahami yang tersurat. Tolak ukur nalar irfani adalh memahami perasaan orang lain,simpati dan empati. Keputusan didasrkan pada yang tersirat dan apa yang dirasakn pihak lain. Kesimoulan hanya muncul setelah mendengar pemahaman dan perasaan pihak lain.
Keilmuan yang termasuk kategori ini adalah tasawuf dan akhlak.


Menurut Amin Abdullah ketiga nalar keilmuan diatas tidak dapt berdiri sendiri, harus saling berhibungan antara satu nalar dengan yang lain. Dalam diri seseorang harus ada ketiga nalar tersebut, agar ketika menghadapi persoalan tidak hanya dilihat secara sepihak, namun dilihat secara komperhensif.

#Glosarium
- Epistemologi: teori ilmu pengetahuan, baik tentang sumber maupun pengembangannya


**Daftar Pustaka
- Muqowim, dkk, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005